Rabu, 10 Oktober 2012

Curang Untuk Menang, Masih Jaman?

Mungkin era industri sepakbola menuntut pemain berlaku kotor demi meraih kemenangan, tapi ingatkah bahwa sepakbola bukan hanya tentang mencetak gol dan menang? Ada nilai yang lebih luhur terkandung di dalamnya: sportivitas.

Belakangan ini isu tentang diving marak kembali diperbincangkan. Adalah Luis Suarez yang menjadi aktor utama merebaknya lagi isu yang tak asing ini. Peran aktor lain semisal Tony Pulis pun penting. Dan, yang membuatnya meledak adalah Jim Boyce.

Pulis merupakan nama manajer Stoke City yang terang-terangan menuduh Suarez sebagai diver saat Liverpool berjumpa klub yang dilatihnya, akhir pekan lalu. Bahkan Pulis tegas meminta FA untuk menghukum Suarez tiga pertandingan agar striker Uruguay itu kapok

Sedangkan Boyce adalah wakil presiden FIFA, otonomi tertinggi sepakbola sejagat. Deputi Sepp Blatter itu menggunakan analogi yang telak untuk menggambarkan aksi Suarez, maupun pemain-pemain lain yang setipe. Ia menganggap diving atau strategi pura-pura jatuh sebagai penyakit kanker dalam sepakbola, yang mau tak mau harus diberantas agar sepakbola tak kolaps, lalu mati.

Suarez memang bukan seorang pemeran tunggal dalam memeragakan akting pura-pura jatuh tersebut. Ada banyak pemain lain yang kalau disebut semua akan memakan habis waktu. Kita tentu ingat pada sosok Italiano bernama Filippo Inzaghi. Mantan penyerang Juventus dan AC Milan itu selain terkenal sebagai pencetak gol handal, juga tenar dengan reputasinya sebagai diver. Mantan bek asal Belanda, Jaap Stam, dalam otobiografinya menyebut bahwa Pippo adalah pemain yang selalu diving dan mengeluh pada wasit.

Pencinta sepakbola mungkin masih ingat dengan momen di babak 16 besar Piala Dunia 2006 di Jerman. Saat itu Italia bertemu Australia, dan Azzurri harus menunggu hingga menit akhir untuk mencetak gol tunggal yang membawa mereka ke perempatfinal. Francesco Totti memang yang membuat gol lewat titik penalti. Tapi semua tahu bahwa pemeran terpenting adalah Fabio Grosso yang dianggap melakukan diving di kotak penalti Aussie.
Di tanah Spanyol, diving pun bukan hal yang tak biasa, bahkan di partai sekelas El Clasico yang dimainkan bintang-bintang dunia. Diving tetap jadi pilihan “strategi” untuk mendapat tiga poin. Cari saja di situs Youtube dan anda akan menemukan puluhan atau mungkin ratusan bukti bahwa mereka, pemain-pemain hebat asal Barcelona dan Real Madrid itu, terkadang juga perlu melakukan kecurangan demi tuntutan untuk menang.
English Premier League sendiri tak hanya menyumbang Suarez dalam daftar pemain-pemain yang hobi pura-pura. Ashley Young dan Luis Nani kerap dituding sebagai pemain drama yang hebat. Terakhir, pelatih Wigan, Roberto Martinez, harus didenda atas komentarnya terhadap aksi diving yang dilakukan Danny Welbeck saat timnya berkunjung ke Old Trafford, markas MU. Didier Drogba, Gareth Bale, dan masih banyak pemain lagi juga sempat menghiasi Liga Inggris dengan suguhan aksi mereka yang ceritanya terjatuh

Apa yang dilakukan Suarez dan pemain-pemain tersebut sebenarnya wajar saja dalam logika industri sepakbola modern yang berorientasi pada hasil seperti saat ini. Mereka yang hobi bersandiwara di atas rumput hijau bisa saja berkilah dengan menyebut bahwa apa yang mereka tunjukkan semata-mata adalah cara atau teknik alternatif untuk mencari kemenangan, demi memuaskan fans, demi menyenangkan pelatih, manajemen, dan pemilik klub. Tapi, sesederhana itukah?

Sepakbola, meski telah berkembang jadi industri dan komoditas penting, tetaplah sebuah olahraga yang mengandung nilai-nilai tertentu, salah satunya sportivitas. Sebagai olahraga paling tenar seantero dunia, keagungan sepakbola harusnya adalah terjaganya nilai sportivitas dan fair play dalam tiap pertandingannya. Sepakbola bukan hanya tentang mencetak gol, menang, dan pesta perayaan semalam suntuk. Sepakbola semestinya juga mengajarkan dan menunjukkan sesuatu yang baik, sesuatu yang pantas di contoh, pada siapapun yang menontonnya, terlebih bagi anak-anak yang mungkin saja mengidolai para pemain yang suka diving tadi. Apa jadinya kalau mereka mencontoh aksi idola mereka? Tentu menyesakkan.

Oleh karena itu, penting bagi aktor-aktor sandiwara tersebut untuk mengingat bahwa olahraga yang mereka mainkan bukan melulu tentang tiga poin. Mereka adalah sosok yang disaksikan ribuan pasang mata di seluruh dunia, dan mereka memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan dan menunjukkan sikap-sikap yang positif dalam sebuah pertandingan. Atau minimal, jika mereka tak bisa berbuat positif, setidaknya jangan berlaku negatif.

Masih banyak cara untuk meraih kemenangan tanpa bermain kotor, curang, culas, dan penuh tipu daya pada wasit. Suarez, dan pemain-pemain lain, tentu pernah mendengar sebuah pepatah lama yang mengatakan “practice makes perfect”. Untuk memenangkan pertandingan, latihan keras demi menjadi yang terbaik rasanya lebih elegan untuk dilakukan daripada jatuh di kotak penalti dan mengharap wasit menunjuk titik putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar