Mungkin era industri sepakbola menuntut pemain berlaku kotor demi meraih
kemenangan, tapi ingatkah bahwa sepakbola bukan hanya tentang mencetak
gol dan menang? Ada nilai yang lebih luhur terkandung di dalamnya:
sportivitas.
Belakangan ini isu tentang diving marak kembali diperbincangkan.
Adalah Luis Suarez yang menjadi aktor utama merebaknya lagi isu yang tak
asing ini. Peran aktor lain semisal Tony Pulis pun penting. Dan, yang
membuatnya meledak adalah Jim Boyce.
Pulis merupakan nama manajer Stoke City yang terang-terangan menuduh
Suarez sebagai diver saat Liverpool berjumpa klub yang dilatihnya, akhir
pekan lalu. Bahkan Pulis tegas meminta FA untuk menghukum Suarez tiga
pertandingan agar striker Uruguay itu kapok
Sedangkan Boyce adalah wakil presiden FIFA, otonomi tertinggi
sepakbola sejagat. Deputi Sepp Blatter itu menggunakan analogi yang
telak untuk menggambarkan aksi Suarez, maupun pemain-pemain lain yang
setipe. Ia menganggap diving atau strategi pura-pura jatuh sebagai
penyakit kanker dalam sepakbola, yang mau tak mau harus diberantas agar
sepakbola tak kolaps, lalu mati.
Suarez memang bukan seorang pemeran tunggal dalam memeragakan akting
pura-pura jatuh tersebut. Ada banyak pemain lain yang kalau disebut
semua akan memakan habis waktu. Kita tentu ingat pada sosok Italiano
bernama Filippo Inzaghi. Mantan penyerang Juventus dan AC Milan itu
selain terkenal sebagai pencetak gol handal, juga tenar dengan
reputasinya sebagai diver. Mantan bek asal Belanda, Jaap Stam, dalam
otobiografinya menyebut bahwa Pippo adalah pemain yang selalu diving dan
mengeluh pada wasit.
Pencinta sepakbola mungkin masih ingat dengan momen di babak 16 besar
Piala Dunia 2006 di Jerman. Saat itu Italia bertemu Australia, dan
Azzurri harus menunggu hingga menit akhir untuk mencetak gol tunggal
yang membawa mereka ke perempatfinal. Francesco Totti memang yang
membuat gol lewat titik penalti. Tapi semua tahu bahwa pemeran
terpenting adalah Fabio Grosso yang dianggap melakukan diving di kotak
penalti Aussie.
Di tanah Spanyol, diving pun bukan hal yang tak biasa, bahkan di
partai sekelas El Clasico yang dimainkan bintang-bintang dunia. Diving
tetap jadi pilihan “strategi” untuk mendapat tiga poin. Cari saja di
situs Youtube dan anda akan menemukan puluhan atau mungkin ratusan bukti
bahwa mereka, pemain-pemain hebat asal Barcelona dan Real Madrid itu,
terkadang juga perlu melakukan kecurangan demi tuntutan untuk menang.
English Premier League sendiri tak hanya menyumbang Suarez dalam
daftar pemain-pemain yang hobi pura-pura. Ashley Young dan Luis Nani
kerap dituding sebagai pemain drama yang hebat. Terakhir, pelatih Wigan,
Roberto Martinez, harus didenda atas komentarnya terhadap aksi diving
yang dilakukan Danny Welbeck saat timnya berkunjung ke Old Trafford,
markas MU. Didier Drogba, Gareth Bale, dan masih banyak pemain lagi juga
sempat menghiasi Liga Inggris dengan suguhan aksi mereka yang ceritanya
terjatuh
Apa yang dilakukan Suarez dan pemain-pemain tersebut sebenarnya wajar
saja dalam logika industri sepakbola modern yang berorientasi pada
hasil seperti saat ini. Mereka yang hobi bersandiwara di atas rumput
hijau bisa saja berkilah dengan menyebut bahwa apa yang mereka tunjukkan
semata-mata adalah cara atau teknik alternatif untuk mencari
kemenangan, demi memuaskan fans, demi menyenangkan pelatih, manajemen,
dan pemilik klub. Tapi, sesederhana itukah?
Sepakbola, meski telah berkembang jadi industri dan komoditas
penting, tetaplah sebuah olahraga yang mengandung nilai-nilai tertentu,
salah satunya sportivitas. Sebagai olahraga paling tenar seantero dunia,
keagungan sepakbola harusnya adalah terjaganya nilai sportivitas dan
fair play dalam tiap pertandingannya. Sepakbola bukan hanya tentang
mencetak gol, menang, dan pesta perayaan semalam suntuk. Sepakbola
semestinya juga mengajarkan dan menunjukkan sesuatu yang baik, sesuatu
yang pantas di contoh, pada siapapun yang menontonnya, terlebih bagi
anak-anak yang mungkin saja mengidolai para pemain yang suka diving
tadi. Apa jadinya kalau mereka mencontoh aksi idola mereka? Tentu
menyesakkan.
Oleh karena itu, penting bagi aktor-aktor sandiwara tersebut untuk
mengingat bahwa olahraga yang mereka mainkan bukan melulu tentang tiga
poin. Mereka adalah sosok yang disaksikan ribuan pasang mata di seluruh
dunia, dan mereka memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan dan
menunjukkan sikap-sikap yang positif dalam sebuah pertandingan. Atau
minimal, jika mereka tak bisa berbuat positif, setidaknya jangan berlaku
negatif.
Masih banyak cara untuk meraih kemenangan tanpa bermain kotor,
curang, culas, dan penuh tipu daya pada wasit. Suarez, dan pemain-pemain
lain, tentu pernah mendengar sebuah pepatah lama yang mengatakan “practice makes perfect”. Untuk
memenangkan pertandingan, latihan keras demi menjadi yang terbaik
rasanya lebih elegan untuk dilakukan daripada jatuh di kotak penalti dan
mengharap wasit menunjuk titik putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar